Saturday 27 December 2014

Makalah Management Usaha Kecil

Makalah Management Usaha Kecil


BAB I
PENDAHULUAN

Dunia fashion adalah dunia yang tidak pernah mati, selalu berubah dan memiliki trend-nya sendiri. Dari zaman dulu hingga sekarang, orang tidak pernah bosan mengikuti perkembangan fashion. Perempuan, sebagai pengguna dan pecinta fashion terbesar, cenderung memiliki anggapan bahwa fashion dapat menunjukan identitas diri, style, dan menambah kepercayaan diri. Anggapan itulah yang senantiasa membuat usaha fashion selalu menjanjikan. Fenomena tersebut dapat kita lihat di berbagai pusat perbelanjaan fashion yang tidak pernah sepi pengunjung dan pembeli.
Persaingan dunia fashion yang terbilang ketat, menuntut produsen/penjual pakaian dan pelengkap busana untuk terus membuat/menjual produk yang dapat menarik minat pembeli. Saat ini, fashion bukan hanya produk yang mengandalkan konsep kebutuhan konsumen saja, melainkan juga harus dapat memenuhi keinginan dan permintaan konsumen.
Satu-dua tahun belakangan ini, salah satu jenis fashion yang kembali diminati oleh konsumen adalah fashion bergaya etnis. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang menggemari batik, bukan hanya sebagai pakaian resmi melainkan pakaian untuk santai dan bergaya. Selain itu muncul pula corak-corak bernuansa tradisional dalam beberapa jenis pelengkap busana seperti tas, sepatu, dan kerudung.
Fenomena itulah yang menarik minat penulis untuk mengembangkan usaha fashion (pakaian, sepatu, dan tas) yang bernuansa etnis. Diharapkan dengan dibukanya usaha ini, masyarakat dapat menemukan pakaian dan aksesoris bergaya etnis dengan model yang menarik dan tidak ketinggalan zaman.
Banyak perusahaan-perusahaan nasional yang keder menghadapi saingan-saingannya dari perusahaan multinasional. Ketakutan tersebut memang berdasar. Perusahaan-perusahaan multinasional sering datang dengan strategi yang sudah terasah belasan atau puluhan tahun, reputasi bagus yang sulit untuk ditaklukkan, dan SDM dan sistem perusahaan berkelas dunia. Ketakutan tersebut memang perlu untuk menjaga kewaspadaan, tetapi ketakutan tersebut tidak perlu berlebihan juga. Memang benar, raksasa-raksasa multinasional tersebut memiliki hampir semua sumber daya yang didambakan perusahaan lokal. Namun sering mereka tidak mampu menggunakan keunggulan mereka secara maksimal di lingkungan negara-negara berkembang.
Sebut saja efisiensi logistik. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang lalu lintasnya masih tidak karuan dengan infrastruktur yang sering di bawah standar, sistem informasi logistik yang mampu memprediksi tibanya kiriman dalam hitungan menit tidak bisa diterapkan di sini. Ini belum termasuk kondisi daerah pedalaman dan kepulauan Indonesia. Pasar Indonesia yang heterogen juga menyulitkan metode riset pasar yang terasah untuk negara-negara maju. Banyaknya jumlah penduduk miskin dan berpendidikan rendah membuat pesan pemasaran harus diadaptasi sesuai tingkat pendidikan mereka. Dalam konteks ini, para pemain lokal sering sudah mendapatkan pengetahuan tersebut secara tacit, sementara para pemain multinasional memerlukan waktu untuk merubah strategi dan paradigma mereka. Kelebihan pemain lokal dan kekurangan perusahaan multinasional tersebut seharusnya dipergunakan secara maksimal oleh perusahaan-perusahaan dalam negeri.



BAB II
PEMBAHASAN

Pembuatan tas adalah satu peluang usaha kecil yg saat ini cukup menguntungkan, yaitu memulai usaha kecil menengah dgn memproduksi tas. Perkembangan bisnis fashion yg setiap harinya semakin meningkat, menjadi lahan yg cukup empuk bagi para pelaku usaha dibidang tersebut.
A.           Sasaran Konsumen
Sasaran pasar produsen tas mencakup semua orang, baik wanita maupun pria, anak-anak maupun dewasa, sampai karyawan, pelajar dan mahasiswa. Karena mereka membutuhkan tas untuk bersekolah, kuliah, maupun untuk kerja.

B.            Tahapan  bisnis
Sebelum memulai bisnis ini, penulis mempersiapkan terlebih dahulu modal yg dibutuhkan. Bukan hanya modal uang saja yg dibutuhkan, namun juga modal ketrampilan dalam memproduksi tas. Persiapan selanjutnya yaitu mencari jaringan yg dapat diajak untuk bekerjasama, baik untuk mencari bahan baku, sampai  jaringan pemasaran online dan offline.
Setelah semua persiapan sudah siap, selanjutnya Anda dapat mencari lokasi usaha yg strategis. Misalnya saja lokasi yg dekat dgn sekolah, kampus maupun perkantoran. Dgn mendekatkan usaha tas dgn pasar, secara tidak langsung dapat membantu usaha ini
Selain itu beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai bisnis ini, yaitu :
v   Bahan baku berupa tas dan sepatu dari bahan kanvas, dengan berbagai macam model (model tas pantovel,tali dsb untuk tas mis. tas selempang, tas jinjing dsb)dan ukuran.
v   Satu set perlengkapan pembuatan tas.
v   Berbagai contoh desain gambar tas hasil kreasi anda taupun referensi dari internet atau buku dan majalah.
v   Lokasi tempat usaha yang strategis seperti mall, daerah dekat kampus dsb.
v   Perlengkapan untuk work shop seperti rak pajangan dsb.
v   Merekrut pegawai sebagai pengrajin ataupun penjaga
Setiap memulai usaha baru, kita harus mempunyai strategi agar bisnis kita dapat berkembang. Beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain:
·      Apabila jaringan penjualan kurang luas, dengan kecanggihan teknologi saat ini kita dapat melakukan promosi melalui media internet dan website
·      Mengusahakan setiap konsumen mendapatkan desain yang unik dan special. Dengan desain yang special (hanya dibuat satu) akan membuat konsumen merasa puas memiliki barang yang tidak ada kembarannya.
·      Mnyediakan desain yang diproduksi masal untuk jenis barang dengan harga yang relatif lebih murah untuk variasi pilihan (terutama menyangkut soal harga). Perlu diingat meski diproduksi massal, jumlah produksinyapun perlu dibatasi.
·      Menggunakan label atau merk dagang yang unik sehingga mudah diingat
·      Sebagai ajang promosi, dapat mensponsori acara-acara mahasiswa dikampus dengan menggunakan produk yang penulis produksi.
·      Tampilan akhir (kemasan) produk yang unik dan menarik akan semakin menarik minat konsumen



C.           Analisis SWOT
Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal
Strenght (kekuatan):
1.      Terbuat dari bahan yang berkualitas tinggi.
2.      Corak dan desain yang unik dan menarik.
3.      Proses produksi sebagian dikerjakan dengan tangan (handmade) dan menggunakan cara yang masih trandisional sehingga sulit untuk ditiru.
4.      Karena produk unik dan terbatas, maka memiliki pelanggan tetap.
5.      Produk tidak dibuat dalam jumlah yang banyak, sehingga terbatas dan bersifat ekslusif. Opportunity (Peluang):
1.        Pesaing untuk produk yang sejenis masih sedikit.
2.        Minat masyarakat terhadap perkembangan fashion sangat tinggi.
Weakness (kelemahan):
1.      Karena sebagian produk dibuat dengan tangan, maka proses produksi membutuhkan waktu cukup lama serta harga yang relatif mahal.
2.      Ongkos pengiriman barang yang cukup tinggi karena sebagain produk besar dari luar Bandung dan luar Jawa Barat.
3.      Keterbatasan modal untuk membuka cabang lain.
4.      Tidak dapat memenuhi pesanan dalam jumlah banyak, karena produk dibuat dalam jumlah terbatas.
 Threat (Ancaman):
1.       Minat konsumen terhadap pakaian bernuansa etnis relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan pakaian bergaya modern.
2.         Produsen pakaian modern cepat mengeluarkan model-model baru.
D.       Kelebihan bisnis
Meningkatnya minat konsumen akan produk tas, menjadi salah satu keuntungan bagi bisnis ini. Karena saat ini tas menjadi salah satu kebutuhan wajib dalam berbusana, oleh sebagian besar masyarakat baik pria maupun wanita.

E.           Kekurangan bisnis
Hambatan yg sering dihadapi oleh bisnis ini antara lain melonjaknya harga bahan baku tas, biasanya semakin banyak permintaan tas maka bahan baku pun akan ikut langka dan harganya  melonjak.
Yg menjadi kunci kesuksesan usaha kecil menengah produsen tas,yakni kreatifitas. Kreatifitas dibutuhkan untuk menghasilkan produk tas yg unik dan menarik dgn harga terjangkau. Sehingga produk ini  diminati konsumen, dari berbagai golongan.

F.            Analisa Ekonomi

Modal awal

Peralatan Mesin jahit                            Rp 2.000.000,00
Perlengkapan jahit (gunting, jarum, dll)         Rp   500.000,00
Bahan baku awal (kain, benang, resliting, dll)   Rp 3.000.000,00+
Total                                            Rp 5.500.000,00

Biaya penyusutan mesin jahit dan perlengkapan jahit setelah pemakaian satu tahun (12 bulan)
= 1/12 x Rp 2.500.000,00       =          Rp 208.300,00

Biaya operasional per bulan
Sewa tempat per tahun Rp 10.000.000,00
Biaya sewa per bulan = 1/12 x Rp 10.000.000,00    Rp   833.300,00
Bahan baku (kain, benang, dan aksesoris lainnya)  Rp 2.500.000,00
Gaji 1 orang pegawai                              Rp   800.000,00
Plastik kemasan                                   Rp   150.000,00
Listrik dan telepon                               Rp   300.000,00
Transportasi                                      Rp   300.000,00
Biaya penyusutan                                  Rp   208.300,00+
Total                                             Rp 5.091.600,00

Omset per bulan
Penjualan tas per hari @ Rp 50.000,00 x 5 buah  = Rp 250.000,00
Penjualan tas per bulan = Rp 250.000,00 x 30 hr = Rp 7.500.000,00

Laba bersih per bulan
Rp 7.500.000,00 - Rp 5.091.600,00               = Rp 2.408.400,00

BEP
 (modal awal : laba bersih per bulan)            = 2,2 bulan


BAB III
PENUTUP

Jenis usaha yang akan didirikan adalah bisnis pembuatan tas, ide usaha ini menarik terutama bagi para pemuda, disamping produksi fasion dalam hal ini tas tidak pernah mati karena selalu berinovasi sesuai dengan perkembangan zaman dan gaya hiddup, pemasaran produk pun mudah dan gampang ditembus, apalagi jika dengan harga relatif yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Uraian kelemahan produk bukan hambatan dalam merealisasikan kegiatan usaha, namun dengan menggunakan strategi pemasaran dan manajemen produksi yang berkualitas serta didukung dengan pengaturan rencana keuangan yang tepat akan memperjelas bahwasanya bisnis pembuatan tas ini layak untuk dijalankan.
Makalah Teknologi Informasi

Makalah Teknologi Informasi



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi saat ini telah begitu pesat, sehingga menempatkan suatu bangsa pada kedudukan sejauh mana bangsa tersebut maju didasarkan atas seberapa jauh bangsa itu menguasai kedua bidang tersebut di atas. Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang hidup dalam lingkungan global, maka mau tidak mau juga harus terlibat dalam maju mundurnya penguasaan Iptek, khususnya untuk kepentingan bangsa sendiri. Untuk mencapai maksud tersebut pemerintah menuangkannya dalam salah satu bentuk dari tujuan dan arah Pembangunan Nasional, yaitu Sektor/Bidang Iptek.
Arah dari penuangan sektor Iptek dalam Pembangunan Nasional adalah dimaksudkan untuk:
  1. Menentukan keberhasilan membangun masyarakat maju dan mandiri,
  2. Mempercepat peningkatan kecerdasan dan kemampuan bangsa, dan
  3. Untuk mempercepat proses pembaharuan.

Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dari upaya pengembangan teknologi informasi dan komunikasi itu di antaranya adalah untuk:
  1. Meningkatkan kesejahteraan, kemajuan peradaban, ketangguhan, dan daya saing bangsa
  2. Memacu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; dan
  3. Menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri, dan sejahtera (P3TIE-BPPT,2001:69).

Selanjutnya sasaran tersebut di atas diupayakan dapat dicapai melalui beberapa program yaitu: (1) Peningkatan kemampuan pemanfaatan, pengembangan, dan keunggulan produksi, teknologi, ilmu pengetahuan terapan, dan ilmu pengetahuan dasar secara seimbang dan terpadu, (2) Pengembangan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dinamis, efektif, efisien, dan produktif, (3) Pembinaan sumber daya manusia, (4) Penumbuhan kreativitas dan inovasi, dan (5) Pengembangan sarana dan prasarana(P3TIE-BPPT,2001:69).
Peradaban masa depan adalah masyarakat informasi ketika jasa informasi menjadi komoditas utama dan interaksi antar manusia sudah berbasis teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology /ICT). KTT Masyarakat Informasi yang diselenggarakan pada bulan Desember 2003 telah mencanangkan rencana penggunaan ICT sampai 50 % untuk setiap negara pada tahun 2015(Tempo Interaktif,2004). Dalam rangka mewujudkan pembinaan sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan daya saing yang memadai sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman, maka pengembangan teknologi informasi dan komunikasi yang telah dicanangkan oleh pemerintah diharapkan dapat dipergunakan semaksimal mungkin untuk memberdayakan seluruh potensi yang ada pada masyarakat, yakni melalui optimalisasi pemanfaatan layanan informasi kepada masyarakat luas.
Sebagaimana diketahui, saat ini mulai tahun 2007 pemerintah telah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di bidang penaggulangan kemiskinan yang akan menjangkau 31,92 juta penduduk miskin di Indonesia atau sekitar 7,96 juta keluarga miskin. Program ini diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007 ini (TKPKRI, 2007).
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat pada sektor penanggulangan kemiskinan di atas hanya sebagai contoh untuk dikemukakan bahwa program yang akan menelan biaya trilyunan tersebut tidak akan dapat terlaksana secara optimal jika tidak didukung oleh upaya pemanfaatan layanan informasi secara terarah dan terpadu, yakni dengan memanfaatkan semaksimal mungkin fasilitas teknologi informasi yang ada. Hal ini menjadi diskursus yang menarik karena realitas dalam kehidupan masyarakat kita saat ini masih menunjukkan adanya beberapa gejala yang kurang menguntungkan. Misalnya masih belum maksimalnya kesadaran informasi yang dimiliki masyarakat, sikap masyarakat terhadap teknologi yang kurang menunjang, belum meratanya dan belum meluasnya penggunaan teknologi informasi, dan penerapan budaya informasi yang belum didorong oleh pelembagaan atau kebijakan secara menyeluruh (Dahlan, 1993).
Makalah ini mencoba untuk mengetengahkan tentang pentingnya teknologi informasi sebagai sarana layanan informasi kepada masyarakat dalam upaya mendorong tercapainya secara optimal program pemberdayaan masyarakat.
B.     Fokus Masalah

Fokus masalah dalam makalah ini akan diarahkan kepada beberapa item penting yaitu:
  1. Apakah informasi, teknologi informasi dan layanan informasi itu?
  2. Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat?
  3. Apa sajakah kendala yang dapat ditemui dalam penerapan layanan informasi untuk pemberdayaan masyarakat?
  4. Bagaimana mengoptimalkan layanan informasi untuk mendorong tercapainya program pemberdayaan masyarakat?


BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian informasi, Teknologi Informasi dan hubungannya dengan layanan informasi
Informasi adalah benda abstrak yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan positif dan atau sebaliknya. Informasi dapat mempercepat atau memperlambat pengambilan keputusan. Dengan demikian informasi memiliki kekuatan, baik yang membangun maupun yang merusak. Dalam prakteknya, informasi dapat disajikan dalam berbagai bentuk baik lisan (oral), tercetak (printed), audio, maupun audio-visual gerak yang masing-masing memiliki ciri khas, kelebihan dan kekurangan, sebagaimana tabel di bawah ini:
Sifat Informasi
Tercetak-Audio-AudioVisual
Tercetak Audio Audio-Visual
- dapat dibaca, dimana dan kapan saja
- dapat dibaca berulang-ulang
- daya rangsang rendah
- pengolahan bisa mekanis, bisa elektris
- biaya relatif rendah.
- Daya jangkau terbatas – Dapat didengar bila siaran
- Dapat didengar kembali bila diputar kembali.
- Daya rangsang rendah.
- Elektris.
- Relatif murah.
- Daya jangkau besar. – Dapat didengar dan dilihat bila siaran.
- Dapat didengar dan dilihat kembali bila diputar kembali.
- Daya rangsang sangat tinggi.
- Sangat mahal.
- Daya jangkau besar, kecuali bioskop.

Menurut Shannon dan Weaver, informasi sebagai objek materi ilmu komunikasi mempunyai makna: Patterned matter-energy that affects the probabilities of alternatives available to an individual making decision (hal atau energi yang terpolakan yang mempengaruhi dan memungkinkan seseorang membuat keputusan dari beberapa kemungkinan yang ada) (Shannon dan Weaver, 1949).
Informasi bermanfaat untuk mencapai tujuan ideal maupun material. Di akhir abad ke-20 informasi mampu menempatkan diri sebagai komoditas yang sangat potensial untuk mendatangkan materi. Informasi dapat dikembangbiakkan, diolah, dan diperdagangkan untuk tujuan material; atau disajikan untuk mempengaruhi sikap mental individu seperti iklan (material) dan publikasi/propaganda atau layanan sosial (ideal). Kenyataan ini sebagaimana disinggung oleh Tanudikusumah (1984) yang menyatakan: “Kelak manusia akan “berternak” informasi, dan dari “berternak” informasi ini manusia akan memperdagangkannya dan memperoleh keuntungan darinya (Tanudikusumah, 1984). [1]Demikian hebatnya eksistensi informasi itu, hingga Napoleon Bonaparte (1769-1821) pernah menyatakan: “Saya lebih takut terhadap ketajaman pena daripada harus menghadapi satu batalion tentara bersenjata lengkap; dan “Bila pers saya beri kebebasan, kekuasaan saya tidak akan lebih dari tiga bulan”.
Dalam sejarahnya Napoleon merupakan contoh seseorang yang dapat mencapai kekuasaan berkat kepandaiannya memanfaatkan informasi. Ironisnya, ia jatuh akibat kesalahannya memanfaatkan informasi.
Dalam pengertian yang sederhana, teknologi informasi dapat diartikan sebagai: “Teknologi informatika yang mampu mendukung percepatan dan meningkatkan kualitas informasi, serta percepatan arus informasi ini tidak mungkin lagi dibatasi oleh ruang dan waktu” (J.B. Wahyudi, 1992). Dari pendapat ini terdapat item yang sangat mendasar yaitu: “percepatan dan peningkatan kualitas informasi yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu” kalimat kunci tersebut lebih mengarah kepada kedudukan teknologi informasi secara fungsional, yakni mempercepat akses informasi dan meningkatkan kualitas informasi.
Everett M. Rogers (1986) dalam Communication Technology menyatakan bahwa teknologi biasanya memiliki dua aspek, yaitu perangkat keras (objek materi dan sifatnya), dan aspek perangkat lunak (dasar informasi untuk menggerakkan perangkat keras itu). Sedangkan batasan mengenai teknologi informasi itu, Rogers menyatakan:
“Teknologi informasi adalah perangkat keras bersifat organisatoris, dan meneruskan nilai-nilai sosial dengan siapa individu atau khalayak mengumpulkan, memproses, dan saling mempertukarkan informasi dengan individu atau khalayak lain (Rogers, 1986).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan secara sederhana bahwa teknologi informasi merupakan seperangkat fasilitas yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang dalam prakteknya diarahkan untuk mendukung dan meningkatkan kualitas informasi yang sangat dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat secara cepat dan berkualitas. Berkat teknologi informasi inilah, informasi yang ada di setiap tempat pada detik yang sama dapat dipantau di tempat lain meskipun tempat itu berada di belahan bumi yang lain, atau bahkan di ruang angkasa sekalipun.
Dewasa ini semakin dirasakan pentingnya pemanfaatan teknologi informasi sebagai sarana untuk layanan informasi bagi masyarakat guna mendukung penyelenggaraan program-program pemerintah. Pemerintah bagaimanapun tidak dapat mengkesampingkan keberadaan teknologi informasi karena teknilogi informasi merupakan sarana yang paling efektif untuk menyampaikan atau mensosialisasikan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam berbagai bidang.

Teknologi informasi yang difungsikan untuk layanan informasi kepada masyarakat memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dalam waktu seketika tanpa dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini tentu akan sangat mendukung suatu disiplin ilmu atau suatu jenis pekerjaan yang memerlukan kecepatan akses informasi seperti jurnalistik atau ekonomi. Jurnalistik merupakan jenis kerja yang mengutamakan aktualitas/kecepatan; sedangkan pada bidang ekonomi/bisnis percepatan informasi akan membawa pengaruh terhadap perolehan profit atau sebaliknya.

Sudah terbukti secara nyata bahwa bidang pembangunan, perekonomian, bisnis, dan bidang lainnya tidak akan mengalami kemajuan tanpa diimbangi dengan pencapaian kemajuan di bidang teknologi informasi. John Naisbitt dan Patricia Aburdene (1984) telah memprediksikan akan terbentuknya ekonomi global. Prediksi ini saat ini telah menjadi kenyataan, misalnya saja pada saat ini seseorang yang tengah berada di tengah hutan belantara di pedalaman Kalimantan dapat saja melakukan transaksi dengan rekan bisnisnya yang ada di New York melalui komunikasi dengan telepon satelitnya. Oleh karena itu pemanfaatan teknologi informasi untuk layanan informasi kepada masyarakat merupakan suatu keniscayaan. Sebab layanan informasi di masa sekarang ini tidak akan membuahkan hasil yang maksimal jika tidak didukung oleh teknologi informasi. Inilah kaitan erat antara teknologi informasi dengan layanan informasi bagi masyarakat.

B.      Hakikat pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan proses mengajak masyarakat agar mengetahui potensi yang dimiliki untuk dikembangkan dan menemukenali permasalahan yang ada, agar bisa diatasi secara mandiri oleh masyarkat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat diupayakan melalui kapasitas sumberdaya manusia agar dapat bersaing dan mempunyai kesempatan berusaha untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga sehingga akan tercapai ketahanan pangan masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pemberdayaan masyarakat adalah melalui layanan informasi dengen memanfaatkan teknologi informasi yang ada.
Upaya pemberdayaan masyarakat telah mendapat perhatian besar dari berbagai pihak yang tidak terbatas pada aspek pemberdayaan ekonomi sosial, tetapi juga menyangkut aspek pemberdayaan di segala bidang. Pemberdayaan masyarakat terkait dengan pemberian akses bagi masyarakat, lembaga, dan organisasi masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan hak masyarakat bagi peningkatan kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Oleh sebab itu, pemberdayaan masyarakat amat penting untuk mengatasi ketidakmampuan masyarakat yang disebabkan oleh keterbatasan akses, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, adanya kondisi kemiskinan yang dialami sebagaian masyarakat, dan adanya keengganan untuk membagi wewenang dan sumber daya yang berada pada pemerintah kepada masyarakat.
Potensi masyarakat untuk mengembangkan kelembagaan keswadayaan ternyata telah meningkat akibat kemajuan sosial ekonomi masyarakat. Pada masa depan perlu dikembangkan lebih lanjut potensi keswadayaan masyarakat, terutama keterlibatan masyarakat pada berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan ketahanan sosial, dan kepedulian mayarakat luas dalam memcahkan masalah kemasyarakatan.
Potensi masyarakat tersebut di atas, dalam hal ini diartikan sebagai “Masyarakat Berdaya” yang perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara berkelanjutan. Keberdayaan “Masyarakat Berdaya” dicirikan dengan timbulnya (1) kesadaran bahwa, mereka paham akan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta sanggup menjalankan kewajiban dan tanggung jawab untuk tercapainya kualitas lingkungan hidup yang dituntutnya. Kemudian, (2) berdaya yaitu mampu melakukan tuntutan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Selanjutnya, (3) mandiri dalam kemampuan berkehendak menjalankan inisiatif lokal untuk menghadapi masalah lingkungan di sekitarnya. Dan, secara aktif tidak saja (4) memperjuangkan aspirasi dan tuntutan kebutuhan lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, tetapi juga (5) melakukan inisiatif lokal.
Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya.
Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama:
  1. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan dan potensinya.
  2. Mengembangkan rencana kegiatan kelompok berdasarkan hasil kajian.
  3. Menerapkan rencana tersebut.
  4. Secara terus-menerus memantau dan mengkaji proses dan hasil kegiatannya (Monitoring dan Evaluasi / M&E).

C.     Beberapa kendala penerapan layanan informasi untuk pemberdayaan masyarakat
Layanan informasi bagi masyarakat yang diwujudkan dengan memfungsikan secara optimal teknologi informasi yang ada menurut M. Alwi Dahlan (1993) masih terkendala oleh beberapa hal, di antaranya adalah:
  1. Kesadaran informasi masyarakat yang masih belum maksimal.
    Kurangnya kesadaran informasi terlihat dari peranan informasi dalam proses melakukan pekerjaan atau kegiatan. Informasi masih belum merupakan sesuatu yang dengan sendirinya melekat pada setiap langkah. Dalam masyarakat kita sering terjadi bahwa yang harus punya informasi belum tentu memilikinya, dan kalau memiliki belum tentu dapat mencarinya (misalnya karena arsip tidak terpelihara).
  2. Sikap terhadap teknologi belum menunjang. Masyarakat mungkin telah membicarakan teknologi, tetapi pada umumnya belum diikuti penerimaan sepenuh hati. Teknologi yang dikaitkan masyarakat dengan masyarakat informasi pada umumnya adalah produk teknologi konsumen, itupun pada umumnya menyangkut teknologi komunikasinsebagai penerima informasi, bukan sebagai pengolahnya. Teknologi informasi belum dapat dikatakan memasyarakat, bagaimanapun meluapnya perhatian terhadap pameran komputer, tetapi orang banyak datang hanya untuk mengagumi berbagai kecanggihan komputer itu. Meskipin jumlah pembeli komputer sudah meningkat, tetapi fungsinya belum dapat dipahami dengan baik. Semua ini menunjukkan bahwa sikap terhadap teknologi informasi belum positif.
  3. Penggunaan teknologi informasi belum merata, apalagi mengakar dalam kehidupan masyarakat.
    Banyak orang yang sudah mulai menggunakan komputer tetapi sebagian besar terlihat belum memanfaatkannya secara efisien, jauh di bawah kemampuan dan fungsinya. Penggunaan yang kurang efisien ini bukan hanya terjadi pada masyarakat biasa, bahkan beberapa organisasi/institusi yang seharusnya merupakan perintis masyarakat informasi terlihat masih berada pada tahap awal dalam melembagakan pemanfaatan teknologi informasi.
  4. Penerapan budaya informasi belum didorong oleh pelembagaan atau kebijakan nasional.
    Pada negara berkembang yang tak akan pernah kecukupan anggaran, pembudayaan suatu teknologi sangat bergantung pada kebijakan dan prioritas pemerintah. Dalam hal ini sebagai contoh, terlihat betapa cepatnya teknologi televisi membudaya, sejak pemerintah memutuskan untuk mempergunakan Satelit Palapa.

Keempat item mengenai pemanfaatan teknologi informasi tersebut di atas dapat menjadi kendala untuk mewujudkan layanan informasi bagi masyarakat. Bagaimanapun layanan informasi gencar dilakukan oleh pemerintah, tetapi jika di tengah-tengah masyarakat sendiri belum tercipta suatu kondisi “kesadaran informasi” yang menyeluruh tentu layanan informasi yang sedang digalakkan oleh pemerintah tidak akan membuahkan hasil secara optimal.
Untuk mengatasi beberapa kendala di atas, agar layanan informasi yang dilakukan oleh pemerintah dapat lebih berguna bagi upaya untuk memberdayakan masyarakat, maka sebagai alternatif dapat dilakukan beberapa langkah yaitu:
  1. Menentukan konsep nasional mengenai masyarakat informasi Indonesia yang diinginkan, dengen mempertimbangkan perkembangan masyarakat dan budaya sendiri ke masa depan tanpa melepaskan diri dari negara maju. Konsep ini perlu dijabarkan dalam kebijakan yang menjadi pegangan dalam pemilihan, penerapan, dan pembudayaan teknologi secara luas, termasuk pendidikan dan sebagainya.
  2. Meningkatkan kesadaran berinformasi dan sikap yang positif terhadap informasi dalam segala bidang, yang menjadi dasar bagi pembudayaan teknologi informasi. Upaya ini perlu dipadukan kedalam segala sektor dan program secara luas, sehingga “bendera informasi dapat berkibar di semua tiang, tidak terbatas pada tiang informatika”. Memberi prioritas kepada institusi/pranata yang strategis untuk menunjang pembentukan masyarakat informasi.
  3. Merubah citra teknologi dan teknologi informasi, sehingga dapat diterima dengan wajar dan akrab oleh pemakai yang lebih luas dan masyarakat umum Indonesia.
Citra/persepsi baru tersebut dikembangkan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan yang mendorong adopsi inovasi, yaitu:
  • Manfaat komparatif dengan praktek/kebiasaan yang ada
  • Keserasian dan keselarasan (compatibility) dengan nilai-nilai, pengalaman, dan kebutuhan masyarakat
  • Kesederhanaan, keakraban, dan kemudahan pemakaian
  • Ketersediaan; kemungkinan bagi orang banyak untuk mencoba dalam situasi yang dikehendakinya
  • Pembuktian; masyarakat dapat mengamati keberhasilan danmanfaat penerapan tersebut dalam lingkungannya (Dahlan, 1993).

D.    Optimalisasi layanan informasi untuk pemberdayaan masyarakat
Menurut Wikipedia Indonesia, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta
  2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Dapat dibedakan lagi menjadi :
    1. Yang bersifat primer dan,adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
    2. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.

Salah satu bentuk pelayanan publik yang tidak kalah pentingnya di antara jenis-jenis pelayanan publik lainnya adalah layanan informasi kepada publik. Sebagaimana diuraikan di muka, pelayanan publik dalam bentuk layanan informasi dapat berupa layanan informasi yang menggunakan berbagai macam produk teknologi informasi, baik media tercetak, audio, audio visual, internet dan sebagainya. Berkaitan dengan pemanfaatan internet sebagai media layanan informasi ini, pemerintahan di seluruh dunia pada saat ini menghadapi “tekanan” dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan partisipasi aktif dalam pemberian informasi bagi masyarakat serta dituntut untuk lebih efektif. Hal ini menyebabkan eGovernment atau pemerintahan berbasis elektronik semakin berperan penting bagi semua pengambil keputusan. Pemerintah Tradisional (traditional government) yang identik dengan paper-based administration mulai ditinggalkan. [2]Transformasi traditional government menjadi electronic government (eGovernment) menjadi salah satu isu kebijakan publik yang hangat dibicarakan saat ini. Di Indonesia eGovernment baru dimulai dengan inisiatif yang dicanangkan beberapa tahun lalu.
Berdasarkan definisi dari World Bank, eGovernment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah (seperti: Wide Area Network, Internet dan mobile computing) yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan. (www.worldbank.org). Dalam prakteknya, eGovernment adalah penggunaan Internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. Internet merupakan salah satu dari sarana layanan informasi yang dapat dimanfaatkan untk memberdayakan masyarakat, di samping internet masih banyak lagi produk teknologi informasi yang dapat diarahkan kegunaannya untuk melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat.
Pemanfaatan teknologi informasi untuk pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Roger Harris dalam bukunya yang berjudul Information and Communication Technologies for Poverty Alleviation (2004), mencatat sekurangnya 12 strategi pemanfaatan teknologi informasi yang dapat dimaksimalkan dampaknya untuk memberdayakan masyarakat, yaitu:
  • Mendistribusikan informasi yang relevan untuk pembangunan;
  • Memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged) dan terpinggirkan (marginalized);
  • Mendorong usaha mikro(fostering microentrepreneurship);
  • Meningkatkan layanan informasi kesehatan jarak jauh (telemedicine);
  • Memperbaiki pendidikan melalui e-learning dan pembelajaran-seumur-hidup (life-long learning);
  • Mengembangkan perdagangan melalui ecommerce;
  • Menciptakan ketataprajaan (governance) yang lebih efisien dan transparan melalui egovernance;
  • Mengembangkan kemampuan;
  • Memperkaya kebudayaan;
  • Menunjang pertanian;
  • Menciptakan lapangan kerja (creating employment); dan
  • Mendorong mobilisasi sosial.

Menurut hemat penulis untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi sebagai sarana layanan informasi untuk memberdayakan masyarakat, maka perlu dilakukan beberapa langkah strategis di antaranya adalah:
  1. Meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat akan manfaat teknologi informasi. Dengan menyadari akan manfaat teknologi informasi, maka diharapkan masyarakat akan mampu menyerap berbagai informasi penting sehingga mendorong masyarakat untuk secara sadar melakukan kegiatan-kegiatan partisipatif yang mengarah kepada terbentuknya “masyarakat berdaya” di segala bidang. Peningkatan kesadaran ini dilakukan melalui penyelenggaraan aktivitas seperti seminar, kampanye melalui media massa, focus group discussion, konsultasi partisipatif, dan lain-lain.
  2. Menyediakan akses informasi. Penyediaan informasi ini haruslah informatif dan layanan yang relevan untuk masyarakat. Agar dapat berjalan berkesinambungan, masyarakat haruslah dapat merasakan manfaat yang dapat diambil dari akses informasi yang diberikan. Manfaat ini secara ekonomis dapat dirasakan melalui peningkatan penghasilan atau mengurangi pengeluaran. Oleh karena itu, informasi atau layanan yang diberikan haruslah tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (demand driven), diolah dalam format yang sederhana, bahasa yang dimengerti, serta disebarkan dengan media komunikasi yang biasa digunakan, seperti papan pengumuman desa, pengeras suara, penyuluhan desa, radio komunitas, atau medium lain yang sesuai dengan konteks lokal.
  3. Membangun kemitraan antara masyarakat dan penyedia layanan informasi. Penggalangan kemitraan adalah bagian penting dari program layanan informasi dan dimaksudkan terutama untuk mendukung pengembangan kemampuan masyarakat. Kemitraan ini dilakukan dengan semua pihak dari berbagai sektor, misalnya dengan departemen dan institusi kesehatan, pendidikan, industri, dan pertanian untuk mempromosikan pengembangan materi (content development) dan layanan informasi untuk orang miskin. Sebaliknya, pihak departemen dan instansi juga dapat dimudahkan tugasnya dengan pengadaan sarana layanan umum/publik melalui layanan informasi untuk disampaikan secara elektronik (online atau e-services).

Dari beberapa gagasan di atas diharapkan penyelenggaraan layanan informasi kepada masyarakat dapat mencapai sasaran secara tepat guna. Dengan melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan layanan informasi, penyediaan layanan informasi secara menyeluruh, dan membangun hubungan kemitraan antara penyedia layanan informasi dengan masyarakat diharapkan akan memberikan nilai positif dan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat di segala bidang, dan pada akhirnya terciptalah suatu kondisi di mana masyarakt terbentuk menjadi “masyarakat berdaya” yang di antaranya memiliki sikap-sikap keberdayaan seperti:
1)    memiliki kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat,
2)    memiliki sikap kemandirian dalam kemampuan berkehendak menjalankan inisiatif lokal untuk menghadapi masalah lingkungan di sekitarnya,
3)    mampu memperjuangkan aspirasi dan tuntutan kebutuhan lingkungan yang baik dan sehat secara terus menerus, serta
4)    mampu melakukan inisiatif lokal yang menunjukkan diri sebagai warga masyarakat yang memiliki ciri keberdayaan di segala bidang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang dimilikinya.



BAB III
 PENUTUP

A.      Kesimpulan

Dari uraian tentang layanan informasi sebagai wahana untuk pemberdayaan masyarakat di atas dapat penulis simpulkan beberapa hal, di antaranya:
  1. Informasi adalah benda abstrak yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan positif dan atau sebaliknya. Informasi dapat mempercepat atau memperlambat pengambilan keputusan.
  2. Informasi dapat disajikan dalam berbagai bentuk baik lisan (oral), tercetak (printed), audio, maupun audio-visual gerak yang masing-masing memiliki ciri khas, kelebihan dan kekurangan.
  3. Teknologi informasi merupakan seperangkat fasilitas yang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak yang dalam prakteknya diarahkan untuk mendukung dan meningkatkan kualitas informasi yang sangat dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat secara cepat dan berkualitas.
  4. Pemanfaatan teknologi informasi untuk layanan informasi kepada masyarakat merupakan suatu keniscayaan. Layanan informasi di masa sekarang tidak akan membuahkan hasil yang maksimal jika tidak didukung oleh teknologi informasi.
  5. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses mengajak masyarakat agar mengetahui potensi yang dimiliki untuk dikembangkan dan menemukenali permasalahan yang ada, agar bisa diatasi secara mandiri oleh masyarkat itu sendiri.
  6. Beberapa kendala layanan informasi kepada masyarakat di antaranya:
  • Kesadaran informasi masyarakat yang masih belum maksimal.
  • Sikap terhadap teknologi belum menunjang.
  • Penggunaan teknologi informasi belum merata, apalagi mengakar dalam kehidupan masyarakat.
  • Penerapan budaya informasi belum didorong oleh pelembagaan atau kebijakan nasional.
  1. Optimalisasi layanan informasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya:
  • Meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat akan manfaat teknologi informasi.
  • Menyediakan akses informasi yang informatif dan layanan yang relevan untuk masyarakat;
  •  Membangun kemitraan antara masyarakat dan penyedia layanan informasi.



DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, M. A. (1993). Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi vol 5 dan 6. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
J.B. Wahyudi. (1992). Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak. Jakarta.
Rogers, M. (1986). Communication Technology The New Media in Society. New York: The Free Press A Dursion of Macmillan. Inc.
Shannon dan Weaver. (1949). The Matematical Theory of Communication. Urbana: Univ. of Illinois.
Tanudikusumah, P. D. (1984). Citra Komunikasi. Jakarta.